Anisya Wulandari
1502144308
Analisa yang bisa saya simpulkan dari ulasan berita bertajuk “Citilink opens new route to Timor Leste” dari koran Jakarta Post yang terbit pada Sabtu, 19 September 2015 lalu ialah antara pihak Citilink yang diwakili Benny Butarbutar dengan pihak Air Timor yang diwakili Andisuari Dewi memiliki hubungan interpersonal dengan Model Pertukaran Sosial.
Pada ulasan tersebut dijelaskan bahwa kedua pihak tersebut memiliki tujuan yang sama, yakni ingin memenuhi kebutuhannya masing-masing, dalam hal ini kebutuhan corporate. Pihak Citilink yang ingin membuka jalur penerbangan antara Denpasar-Dili bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan penumpang yang menggunakan maskapainya. Sedangkan pihak Timor Leste, dengan dibukanya jalur penerbangan tersebut, dapat meningkatkan jumlah turis/pengunjung ke Dili, dimana dapat meningkatkan ekonomi negaranya terutama pada sector turis. Salah satu cara yang bisa dikutip pada ulasan berita tersebut ialah “...with international visitors continuing their holidays from the resort island of Bali to Dili.”. Kutipan untuk menjelaskan analisis diatas :
Citilink’s vice president of corporate communications Benny Butarbutar said that the company expected Timor Leste to benefit from the new route and that the country could further develop its economy, especially the tourist sector, with international visitors continuing their holidays from the resort island of Bali to Dili.
“One of the reasons we chose to open a route to Timor Leste is to try and tap into unrealized markets,” Benny told The Jakarta Post.
Kemudian pada ulasan tersebut, tahapan hubungan antara pihak Citilink dengan Timor Leste ialah pada tahap PEMBENTUKAN
dari analisa yang saya peroleh, pihak Citilink mencoba memulai kerjasama dengan Air Timor (salah satu maskapai yang ada di Timor Leste). Setelah dibukanya jalur penerbangan Denpasar-Dili, Air Timor menjadi satu-satunya yang memiliki jalur penerbangan tersebut di Timor Leste, dengan harapan dapat meningkatkan penumpang yang tidak hanya berasal dari pemerintahan, pebisnis, tetapi juga dari sector turis.Kutipan yang menjelaskan analisa diatas:
Andisuari said that since the route opened on Monday, flights going from Dili to Denpasar had been full, while the route from Denpasar to Dili had an average load factor of 50 percent.
Andisuari attributed the low load factor to Dili to Timor Leste’s underdeveloped tourist infrastructure as well as its lack of marketing. Most of the flights coming out of Dili were made up of government officials, businesspeople or consultants.
“If we are talking tourism, tourism in Timor is still very low. Tourism only made up around 5 percent of our load factor this past year. The rest is mostly business and government,” Dewi told the Post.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar